Makan makanan yang halal merupakan kunci untuk membuka pintu kebersihan hati, kezuhudan terhadap dunia, bertutur kata yang baik dan pancaran hikmah lewat lisannya.
Orang yang mengonsumsi makanan yang haram
atau diperoleh dengan cara yang haram adalah sebaliknya. Seorang mukmin
tidak boleh tidak harus makan makanan yang halal.
Kewajiban ini berdasarkan hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah.” (Hadits Riwayat Thabrani dan Baihaqi).
Abu Hurairah r.a mengisahkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Seseorang
yang memperoleh (harta) secara sah (halal), menyelamatkan dirinya dari
minta-minta dan menunaikannya demi makan dan minum keluarganya dan
menolong tetangganya, akan berjumpa Allah Subhanahu Wata’ala. Di hari
pengadilan dengan wajah bercahaya bagaikan bulan. Dan seorang yang
memperoleh (harta) secara tidak halal dengan suatu pandangan lebih
beruntung dari-pada sebelumnya dan untuk menunjukkan bahwa kekayaannya
lebih besar dari pada orang lain, akan bertemu dengan Allah Subhanahu
Wata’ala. Dalam kemurkaan.“ (HR. Baihaqi)
Karena merupakan kewajiban, maka mencari
sesuap nasi harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Perut kita harus
diisi dengan makanan dan minuman yang halal dan baik. Karenanya,
pilihlah makanan yang halal.
Jika makanan dan minuman yang dikonsumsi
halal dari segi zatnya dan diperoleh dengan cara yang halal pula, maka
makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut akan menjadi darah dan
daging yang melahirkan energi positif serta memudahkan langkah seseorang
melakukan amal-amal mulia.
Sebaliknya, jika makanan dan minuman yang
masuk ke dalam perut berasal dari barang haram atau diperoleh dengan
cara yang tidak benar seperti mencuri, menipu, merampok dan korupsi,
maka ia akan menjadi energi negatif yang pada akhirnya menarik seseorang
untuk cenderung kepada perbuatan-perbuatan maksiat.
Ketika anak-anak kita beri makanan dan
rezeki dari sumber yang halal, maka mereka akan mudah dibimbing dengan
akhlak mulia. Mereka juga akan mudah melangkah kepada kebaikan-kebaikan
sehingga impian mendapat anak yang shalih akan terwujud.
Ihwal makan makanan halal dan haram ini,
Sahl bin Abdullah at-Tusturi berkata, “Siapa yang makan makanan yang
haram, mau atau tidak mau, anggota tubuhnya akan cenderung kepada
maksiat, baik disadari atau tidak. Siapa yang memakan makanan halal,
niscaya anggota tubuhnya akan berbuat taat dan diberi taufik untuk
berbuat kebaikan.”
Allah mengingatkan kita agar selalu mengonsumsi makanan yang halal;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي
الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah: 168).
Tidak hanya halal saja, tapi makanan yang
masuk ke dalam perut juga harus baik, tidak mengandung resiko atau
mengganggu kesehatan seperti misalnya rokok. Rokok jelas tidak baik dari
segi kesehatan. Oleh karena itu, ia menjadi tidak layak untuk
dikonsumsi.
![]() |
Sumber gambar: https://abufawaz.files.wordpress.com |
Manfaat Makanan yang Halal
DISEBUTKAN dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah Shallallahu “alaihi Wassallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak
menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang
beriman sebagaimana dia memerintahkan para Rasul-Nya dengan firmannya :
Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia
berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari
apa yang Kami rizkikan kepada kalian.”
Selepas menyampaikan dua firman Allah di
atas, Rasul menceritakan perihal seseorang yang melakukan perjalanan
jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke
langit seraya berkata: “Ya Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari
sesuatu yang haram. Maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan
dikabulkan.”
Lewat sabda Rasul ini kita mendapatkan
ilmu tentang sikap tegas Allah yang menyamakan perintah untuk para
utusan-Nya dengan perintah untuk hamba-hamba-Nya selain Rasul. Kalau
para Rasul diperintahkan untuk makan makanan yang halal, demikian pula
bagi orang-orang beriman. Mereka harus mengonsumsi makanan yang halal.
Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang
paling ahli ibadah bukan dilihat dari banyaknya ibadah yang ia
kerjakan, tapi dilihat dari paling jauhnya ia dari makanan yang haram.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam pernah menyampaikan nasehat berharga pada Abu Hurairah, “Wahai
Abu Hurairah, jadilah orang yang wara, maka engkau akan menjadi
sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qonaah (selalu merasa
cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang
benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau
suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang
mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan
menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa
dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah)
Bila kita perhatikan keadaan kaum Salafus
Shalih, mereka memiliki bobot ucapan yang berkualitas sehingga menyusup
ke dalam sanubari, memendarkan cahaya dan hikmah. Tidak sedikit
orang-orang yang ahli maksiat bertaubat kepada Allah berkah ucapan
mereka. Di masa ini, tidak sedikit orang yang lihai dan fasih berbicara,
namun isi bicara mereka adalah sumpah serapah, fitnah dan dusta. Salah
satu penyebab semua itu karena terlalu mudah memasukkan makanan ke dalam
perut atau menerima hadiah dan uang yang tidak jelas sumbernya. Rasul
bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka
neraka menjadi tempat yang paling untuknya.”
Sebagian ulama mengatakan memasukkan tanah
ke mulut, adalah lebih baik daripada memasukkan makanan yang haram.
Sayangnya, masih ada sebagian orang berdalih, Kalau tidak makan dari
cara begini (haram), makan dari mana? Ucapan seperti ini tentu tidak
laik dilontarkan oleh orang yang yakin kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Bukankah setiap mahkuk hidup sudah dijatah rezekinya oleh Allah. Orang
yang tidak makan dan minum selama dua hari ia masih bisa hidup.
Bahaya Makanan yang Tidak Halal
Dalam sebuah hadis disebutkan yang
artinya, jika seseorang bekerja dengan pekerjaan yang tidak halal, maka
harta yang diperoleh dari hasil kerja tersebut tidak akan mengandung
keberkahan, bahkan bisa menjadi bekal ahli warisnya ke neraka. Seseorang
dengan kekayaan melimpah namun didapat dengan cara-cara tidak halal
seperti korupsi, akan menjadikan anak keturunannya tidak shalih. Bisa
jadi anaknya menjadi durhaka bahkan keluar dari Islam alias murtad. Ini
disebabkan makanan yang dikonsumsinya berasal dari perbuatan haram.
Abdulah bin Umar RA pernah berkata:
Seandainya kalian shalat hingga kalian menjadi seperti sesuatu yang
berkeluk bak busur, dan puasa hingga kurus seperti senar gitar, semua
itu tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan sikap wara` yang kuat.
Disebutkan dalam Kitab Taurat: “Siapa yang
tidak peduli (masa bodoh) tentang sumber makanannya, Allah juga tidak
peduli dari pinta mana Dia memasukkannya ke api neraka.”
Pada suatu hari, Sa`ad bin Abi Waqqash
meminta kepada Nabi Muhammad agar berdoa untuknya supaya dijadikan orang
yang doanya segera dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Nabi
berkata, “Perbaikilah makanan yang engkau makan (makanlah makanan yang
halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang doanya mudah terkabul.”
Disebutkan bahwa dahulu kala ada seseorang
yang dalam keadaan sakaratul maut (sekarat). Di sisinya terdapat orang
shalih. Setelah benar-benar meninggal, si orang shalih berkata kepada
orang-orang di sekelilingnya untuk memadamkan lampu minyak yang ada.
Mengapa? Karena lampu minyaknya sudah jadi ahli waris usai ia wafat.
Makan makanan halal akan menyebabkan badan
sehat, amal ibadah diterima oleh Allah, dan pelakunya akan digolongkan
ke dalam golongan orang shalih dan berakhlak mulia. Makanan yang halalan
tayyiban atau halal lagi baik serta bergizi, tentu sangat berguna bagi
kebutuhan jasmani dan rohani kita. Hasil makan makanan yang halal akan
membawa keberkahan, menjadikan keluarga hidup bahagia meskipun tidak
banyak. Makanan dan minuman yang haram, selain dilarang oleh Allah
Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya, juga mengandung keburukan. Sebab hasil
yang haram meskipun banyak tidak akan membawa berkah dan kebaikan.
*/Ali Akbar bin Aqil, catatan Diskusi di Islamic Book Fair di Malang.
Rep: Admin Hidcom
Sumber: http://www.hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar